Swag Couple Series [#27 Morning Romance]

ohnajla || romance, schoollife || Teen || chaptered

Min Yoonji (OC) aka Yoongi lil sister

Park Jimin BTS 

Min Yoongi aka Suga BTS 

Jeon Jungkook BTS

other cameo

**

Intro Boy ver | Intro Girl ver | Want You More

Don’t Mess With Me | Oppa | Nobody Like You

Punishment | Bad But Sweet | Who Are You (1)

Pick Me (1) (2) (3)Who Are You (2) | Chatroom (1) (2) (3)

April Fools’ | Oppa (2)  | Park Jimin  | Date

Dream I Need U  | When You’re Gone

War of Hormones | Min Yoonji | Sorry

Esok paginya.

Jimin masih setengah sadar saat merasakan sesuatu tengah memeluk dirinya. Ia pun meraba-raba sesuatu yang tengah memeluknya ini. Dan ketika seluruh keping jiwanya menyatu, dia tersentak dan tahu-tahu jatuh bedebum ke lantai. Suara berisik yang ditimbulkannya lantas membuat orang lain di ranjangnya terbangun. Jimin yang awalnya shock, kini makin shock melihat wajah tak asing di ranjangnya. Dengan dramatis dia mengarahkan telunjuknya pada si objek.

“Kau?! Yaa! Kenapa kau bisa tidur di situ?!”

“Jungkook oppa menyuruhku tidur bersama kalian. Daripada iblis yang tidur di sini, bukankah lebih baik aku? Ah … kau ini seperti tidak pernah tidur memelukku saja. Dasar kakak bodoh.”

Ya, seseorang yang memeluk Jimin ternyata Jihyun. Awalnya Jimin pikir kalau Yoonji-lah yang memeluknya. Padahal dia sudah terlanjur takut kalau-kalau dia kebablasan lagi melakukan sesuatu pada kekasihnya. Ternyata, kekasihnya justru tidak peduli dengan suara berisik yang dia buat dan malah tidur dengan sangat lelap.

Merasa bodoh, Jimin pun segera bangkit. Dia mencubit gemas pipi adiknya –yang bukan segera beranjak tapi malah tidur lagi– dan langsung menggendongnya keluar kamar. Setelah itu dia kembali ke kamar dan duduk di tepi ranjang. Memperhatikan rupa sang kekasih yang sangat lelap dalam tidurnya. Tak bisa ia menahan diri untuk tidak tersenyum, terlebih untuk menyibakkan rambut yang menutupi wajah sang kekasih.

Yoonji menggeliat karena merasa terganggu, lantas kedua matanya mengerjap perlahan.

“Pagi….” sapa Jimin diikuti dengan senyum manisnya. Senyum yang sanggup membuat orang-orang yang melihatnya meleleh dalam hitungan detik. Termasuk diantaranya Yoonji yang baru saja bangun.

Bangun-bangun sudah disapa malaikat.

Untung bukan malaikat pencabut nyawa.

Tanpa sadar bibirnya juga mengulum senyum dan balas menyapa Jimin. “Pagi juga.”

Tidak hanya Yoonji yang bertemu malaikat di pagi hari. Jimin juga. Ah, bukan malaikat sih. Lebih tepatnya, dia sedang bertemu bidadari!

Gelembung-gelembung cinta sedang melayang-layang. Menambah nuansa ceria di pagi ini.

“Tidurmu nyenyak?” tanya Jimin dengan lembut. Tak hentinya dia memandangi sang terkasih. Meski sebenarnya dia juga ingin menyentuhnya, namun dia tahu apa itu makna dari ‘batasan’.

“Hm. Nyenyak sekali. Bagaimana denganmu?”

Nado. Kehadiranmu di sini juga membuat demamku turun dengan cepat.”

“Begitukah?

“Hm. Cek saja sendiri.” Jimin pun memajukan wajahnya sampai pada titik di mana Yoonji bisa meraihnya. Bibirnya terus melengkung sempurna saat Yoonji benar-benar menyentuh dahinya. Meski hanya sebentar, dia sangat menikmati itu.

“Jadi hari ini kau akan masuk sekolah?”

Jimin sedikit kecewa saat Yoonji menarik kembali tangannya. Dia ingin disentuh lebih lama. Tapi ya, tidak mungkin juga dia protes. Pada akhirnya dia juga kembali duduk dengan baik. “Ya. Kita akan berangkat bersama hari ini.”

Yoonji pun mengangkat tubuhnya, duduk sambil menggaruk rambut. Entah gadis itu sadar atau tidak, rambutnya sungguh sangat berantakan. Jimin tak bisa menahan diri untuk tidak tertawa. Dan tawanya itu membuat Yoonji mengerutkan dahi bingung.

Jimin yang menyadari arti tatapan Yoonji pun memberitahu si gadis dengan mengangkat telunjuknya. “Rambutmu. Kau … kau seperti baru saja tersetrum listrik. Hahahaha!”

Setelah mendengarnya Yoonji segera merapikan rambutnya. Wajahnya cemberut karena Jimin tidak berhenti tertawa. Kesal, dia pun memukul lengan Jimin dengan keras sampai berbunyi.

“Tidak lucu!” ketus Yoonji sebelum bergegas turun dari ranjang dan menghampiri ranselnya. Begitu mendapati seragam musim seminya yang lain, dia menghela napas lega. Untungnya kemarin dia berniat membawa seragam itu pulang untuk dipakai keesokan harinya. Ia pun mengeluarkan satu setel seragamnya di dalam ransel itu kemudian berdiri tegap sambil memeluk seragam tersebut menghadap Jimin.

“Kalau begitu aku akan mandi dulu.”

Jimin yang tawanya sudah reda, dan sejak tadi terus memperhatikan, tersenyum dengan lembutnya sambil mengangguk. “Eum. Silahkan.”

Tapi Yoonji sama sekali tidak beranjak. Jimin yang menyadari itu, lantas menghadapkan seluruh tubuhnya pada si gadis. Harus sedikit mendongak untuk membalas tatapan Yoonji. “Kenapa masih di sini?”

“Benar demammu sudah turun?”

Ne. Wae?

Yoonji mengangkat tangannya, menyentuhkan sedikit permukaan kulit jari-jarinya ke pipi Jimin. “Pipimu merah sekali. Gwaenchanha?

Sebut saja Jimin ketagihan akan sentuhan Yoonji. Baru sedikit saja disentuh rasanya ingin sekali dia terbang melesat tinggi sampai langit ketujuh. Dengan refleks ia pun meraih tangan Yoonji dan mengecupnya lembut. Nyaris saja dia kehilangan akal sehatnya sebelum Yoonji akhirnya menyadarkannya dengan cepat-cepat menarik tangannya sebelum Jimin melakukan hal yang tidak pantas seperti lusa kemarin.

Suasana di antara mereka mendadak canggung. Jimin yang tersenyum kikuk, sementara Yoonji sudah membuat jarak cukup jauh dari Jimin dengan ekspresi cemas.

“A-aku baik-baik saja. Jangan khawatir.”

“Kalau begitu aku akan mandi dulu,” sahut Yoonji yang langsung melesat keluar tanpa mendengar apa-apa lagi dari Jimin. Lebih cepat keluar lebih baik, pikirnya. Jimin sendiri menatap kepergiannya dengan penuh sesal.

Kenapa hormonnya begitu sulit dikendalikan? Ia pun menghela napas.

Adalah serius ketika Jimin dan Yoonji pergi ke sekolah bersama. Mereka menaiki sepeda kayuh. Yoonji tidak perlu duduk di depan lagi karena Jimin telah memasang dudukan di sepedanya. Mereka memulai perjalanan ditemani sinar mentari pagi setelah memberi salam pada Tuan dan Nyonya Park.

Yoonji mencengkram erat ujung seragam Jimin. Enggan menempatkan kepalanya di punggung pria itu apalagi merangkul pinggangnya. Karena jika ia melakukan itu, maka dadanya akan bersinggungan dengan punggung Jimin. Dan dia tidak mau. Cukup sudah Jimin mencuri start. Ia tidak akan membuat Jimin mengulanginya lagi.

Sepeda itu berhenti saat mendapati lampu lalu lintas berwarna merah. Jimin menempatkan satu kakinya di aspal, sementara kakinya yang lain nangkring dengan nyaman di pedal. Sambil menunggu orang-orang melintasi zebra cross, dia menolehkan sedikit kepalanya ke belakang, berusaha melihat sang kekasih.

“Yoonji-a.”

Yang punya nama pun reflek menoleh. “Eo?”

Jimin tersenyum. “Sepertinya keluargaku menyukaimu.”

Mendadak Yoonji jadi kikuk. “A-ah … begitukah?”

“Mereka bahkan memintamu menginap di rumah lagi lain kali.”

Kedua pipi Yoonji sudah semerah tomat. Dia hanya bisa berdehem karena bingung mau jawab apa. Jimin sendiri kembali menoleh ke depan, mengamati satu persatu orang yang lalu lalang di depannya.

“Suatu hari nanti, mereka tidak hanya akan memintamu menginap di rumah saja. Tapi juga tinggal di sana.” Ia menjeda kalimatnya untuk tersenyum. “Sebagai keluarga.”

Yoonji pun tak bisa menahan diri. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangan, berusaha menyembunyikan senyumnya yang begitu lebar.

Jimin benar, Yoonji memang sangat disukai keluarganya. Pagi tadi begitu mereka selesai bersiap dengan seragam masing-masing dan akan sarapan, Yoonji menawarkan bantuan pada ibu Jimin terkait urusan dapur. Tapi Nyonya Park malah menyuruh Jimin untuk membantunya, saking tidak maunya membuat Yoonji kerepotan karena semalam gadis manis itu sudah membuat Jimin sembuh dari demam.

Ayah Jimin mengajaknya bicara banyak hal terkait hidupnya. Seperti menanyakan tanggal lahirnya, menanyakan siapa saja anggota keluarganya, apa kesehariannya di rumah, apa yang disukai dan tidak disukainya, sampai alasan kenapa dia bisa menjadi kekasih Jimin.

“Hentikan, Abeoji,” ujar Jimin setelah ayahnya menanyakan pertanyaan itu.

Wae? Aku hanya mau tahu kenapa gadis secantik dia mau denganmu.”

Sungguh ayah yang baik.

Yoonji bisa merasakan kehangatan keluarga yang jarang sekali didapatnya saat di rumah. Ayah Jimin jauh lebih perhatian dari ayahnya. Mungkin dari Tuan Park-lah sifat Jimin itu ada. Tuan Park sangat menyenangkan dan baik hati sama halnya seperti Jimin.

Mungkinkah dulunya Tuan Park juga class pet di masa sekolah?

Kalau dilihat-lihat Nyonya Park memiliki sikap yang agak kasar. Mirip dengannya.

Apakah mungkin nantinya….

Yoonji buru-buru menggeleng cepat. Hentikan! Ini masih pagi. Jangan berpikiran yang tidak-tidak, Min Yoonji.

Tahu-tahu lampu berganti hijau dan Jimin pun tanpa aba-aba melajukan sepedanya. Yoonji yang tidak menyadari perubahan lampu lalu lintas pun tersentak dan langsung memeluk pinggang Jimin erat. Wajahnya memucat, terkejut karena hampir saja dia terjungkal ke aspal.

Jimin yang merasa bahwa pinggangnya dililit oleh sesuatu yang erat pun tersenyum dengan pipi memerah. Dia menempatkan tangan kanannya di punggung tangan Yoonji, mengusapnya lembut.

Yoonji sendiri sedikit demi sedikit mulai merasa tenang. Namun dia enggan melepaskan rangkulannya. Takut Jimin bergerak tanpa aba-aba lagi. Hm, atau mungkin karena dia terlalu nyaman dengan posisi ini? Entahlah, hanya Yoonji yang tahu.

TBC

4 thoughts on “Swag Couple Series [#27 Morning Romance]

Leave a comment