Swag Couple Series [#41 Yoonji (1)]

ohnajla || romance, schoollife, family || Teen || chaptered

Min Yoonji (OC), Park Jimin BTS , Jeon Jungkook BTS, Kim Taehyung BTS, other cameo

Swag Couple Series [#40 The End?]

Park Jimin dan Min Yoonji kini bukan lagi sepasang kekasih. Namun mereka tak bisa benar-benar saling melupakan satu sama lain karena suatu hal. Takdir seperti sengaja membuat mereka untuk kembali bersatu. Akankah mereka kembali sebagai sepasang kekasih seperti semula atau justru semakin menjauh?

**

Aku benci ayah. Sangat membencinya. Ia pernah memukuli kakak yang tidak bersalah, dan sekarang membuat Jimin pergi meninggalkanku.

Inikah yang ia mau? Aku yang harus kesepian tanpa kakak dan Jimin? Inikah harapannya?

Pagi ini aku tidak sudi melihat wajahnya. Ah tidak, bahkan sejak hari di mana aku putus dengan Jimin. Aku sama sekali tidak sudi melihat presensinya.

Kurang dari sejam lagi aku akan mengikuti ujian kelulusan. Seharusnya sarapan pagi ini terasa menyenangkan, tapi entah kenapa aku justru ingin melempar semua makanan yang tersaji di depan mata.

Namun aku tidak segila itu. Aku tahu betul bagaimana perjuangan eomma yang harus bangun pagi-pagi sekali demi menyiapkan semua ini. Sarapan spesial, bagi siswa tingkat akhir yang akan melangsungkan ujian kelulusan.

Akan sangat kurang ajar kalau aku membuang semua makanan ini hanya karena presensi orang yang duduk tepat di seberangku.

Segera setelah makanan-makanan itu kupaksa masuk ke dalam lambung, aku pun beringsut tak lupa dengan tas yang sejak tadi berada di dekat kakiku. Panggilan eomma tak kuhiraukan. Lagipula panggilan itu hanya menginginkanku supaya satu mobil dengan pria itu.

Aku tidak mau.

Lebih baik naik bus, berdesak-desakan, daripada harus menghabiskan waktu 10 menit di mobil yang sama dengannya.

Entah ini suatu keberuntungan atau hanya kebetulan, aku mendapat bus yang sepi penumpang. Mungkin sebagian besar siswa memilih untuk diantar orangtua mereka. Syukurlah, setidaknya aku bisa memilih tempat yang kuinginkan. Kursi paling belakang yang bersebelahan langsung dengan jendela adalah pilihan yang bagus.

Berjalan ke sana, tanganku sibuk memasang earphone ke telinga dan memutar rekaman audio. Tepat saat tubuhku terhempas pada kursi bus, suara itu berdengung di telingaku.

Tidak ada musik yang mengiringinya. Hanya suara seseorang, dirinya, yang tengah mendendangkan sesuatu dengan suaranya yang indah. Lantunan lagu yang tidak aku tahu siapa penyanyi aslinya, namun sanggup membuatku jatuh cinta.

Tentu saja, karena yang menyanyikannya adalah Park Jimin. Mantan kekasihku.

Pikiranku seketika tersita pada semua peristiwa yang telah kami lalui bersama selama ini. Mengingat kembali saat dirinya mengajakku ke motel malam-malam yang seketika membangunkan amukan si singa pucat. Aku dan kakak yang bersekongkol menjebaknya di hari pertama bulan keempat, yang kemudian malah membuat diriku ikut dijebaknya. Dan banyak peristiwa lainnya termasuk perpisahan kami.

Namun tiba-tiba saja fokusku tersedot pada sosok di luar sana. Bus sedang berhenti karena lampu merah, sehingga memudahkanku untuk melihat lebih jelas sosok itu. Aku tak bisa menahan diri untuk tidak terkejut. Bagaimana tidak? Itu Park Jihyun. Kenapa dia bisa di sana dan … berciuman dengan seorang pria dewasa?

Aku bisa melihat sekilas senyumannya sebelum bus ini bergerak pelan karena lampu lalu lintas telah berganti hijau. Tapi dia sedikit agak … mabuk? Atau akunya yang salah lihat? Yang pasti dia menggandeng lengan lelaki itu dengan cara berjalannya yang sempoyongan.

Apa Jimin tahu kelakuan adiknya?

Tahu-tahu bus yang kutumpangi berhenti di halte sekolah. Segera kulangkahkan kakiku tergesa turun dari bus ini dan membaur bersama yang lain memasuki gedung sekolah.

Aku tidak punya waktu untuk berjalan ke sana kemari. Tungkaiku membawa diriku masuk ke dalam kelas. Menjumpai semua orang yang tampak berbeda saat ini.

Tidak ada lagi keributan yang dibuat oleh Jooheon beserta kawan-kawannya. Mereka duduk tenang mengerumuni si juara kelas, menyimak si juara kelas yang tengah me-review materi. Begitu pula dengan Koeun. Dia tidak lagi disibukkan dengan gosip dan make up. Bibirnya yang terpoles lipstick merah ceri itu tengah komat-kamit, sesekali menutup mata. Mungkin sedang menghafal materi, atau bisa jadi contekan? Ah itu bukan urusanku.

Terakhir, atensiku menangkap sosok itu.

Park Jimin.

Seperti biasa dia akan berduaan dengan Jungkook. Mereka sama sekali tidak menyadari presensiku yang tengah memperhatikan mereka dari tempatku berdiri sekarang. Keduanya sibuk me-review buku diktat, terlihat serius dengan tulisan-tulisan yang tercetak di sana.

Aku ingin memberitahukan perihal Jihyun, tapi aku juga tidak ingin mengganggu keseriusan mereka. Lagipula, Jungkook sudah tahu kami putus dan akan sangat canggung jika tiba-tiba aku mendatanginya dan memberitahu soal itu.

Namun ada perasaan lega yang menyelimutiku saat memandangnya. Syukurlah dia baik-baik saja. Setidaknya melihat Jimin berada di sana, duduk di samping Jungkook sambil menunjuk beberapa kalimat di bab yang sedang mereka review dengan sorot mata ingin tahu, membuatku lega. Sepertinya semalam dia juga tidur dengan baik dilihat dari pancaran energi yang bisa kurasakan darinya.

Mungkin aku akan terus berdiri di sana jika saja seseorang tidak dengan tiba-tiba mencolek bahuku. Tubuhku berjengit sebagai respon, lalu menoleh padanya.

Senyum tampan langsung menyambutku.

“Kau sudah me-review materi?” tanyanya.

Sok kenal, batinku.

Hanya karena si singa pucat memberinya sedikit kepercayaan untuk menjagaku dari Jooheon dkk, dia mendadak berubah sok kenal sok dekat denganku. Mungkin memang benar kami pernah satu kelompok, tapi percayalah, ini pertama kalinya si–kata seluruh gadis sejagat raya ini—tampan menyapaku duluan dengan senyum di wajahnya.

“Kalau sudah memang kenapa?” balasku sembari duduk di bangkuku sendiri.

“Hei, judes sekali sih.” Ah aku tak suka caranya menjawil bahuku. Dia tanpa permisi langsung menarik kursi dan duduk di dekatku.

“Ajari aku.”

“Kenapa aku?”

“Karena aku menginginkanmu.”

Seketika mulutku terbungkam. Oke, aku tahu apa maksudnya tapi kenapa aku menangkap suatu ambiguitas yang mengarah pada banyak hal yang membaperkan?

Aku pun berdehem. Kemudian merebut buku diktat pelajaran yang akan diujikan pagi ini. “Oke, bagian mana yang—Heol….

Taehyung menggaruk kepala belakangnya sambil terkekeh canggung saat aku menatapnya padanya. “Percayalah, aku tak pernah sekalipun belajar.”

Tanpa dia bilang pun aku sudah sangat-sangat percaya. Isi buku diktatnya penuh dengan gambar-gambar yang tidak kutahu apa maksudnya. Masih bagus gambar doodle seperti yang biasa dibuat Jimin di halaman paling belakang bukunya, karena gambar Kim Taehyung sungguh tak bisa didefinisikan dengan seluruh bahasa di dunia ini.

“Aku selalu ingin tidur setiap kali belajar. Makanya aku iseng menggambar apa pun yang terlintas di pikiranku supaya aku tidak ketiduran. Tapi … seperti yang kau lihat, aku malah tidak pernah belajar.”

Hm. Kenapa aku harus mendengar curhatannya?

Keurae, jadi intinya, kau memintaku mengajari semua dalam buku ini?”

Dengan tanpa sedikitpun rasa berdosa, dia mengangguk. “Tepat sekali. Ah, dan satu permintaanku, ajari aku secara ringkas, padat dan jelas. Ingatanku sedikit kacau jadi jangan beri aku penjelasan berbelit-belit.”

Aku ingin sekali menemui Tuhan. Bertanya pada-Nya, kenapa aku harus dipertemukan dengan sederet lelaki yang random seperti mereka. Yoongi, Jimin, Jungkook, Jooheon, Sanghyuk, Changkyun, Sungjae, dan sekarang Taehyung. Tidak ada satu pun dari mereka yang cukup waras di mataku. Yang satu siscon, satunya imut, satunya lagi sok dingin tapi sebenarnya perhatian, berikutnya banyak gaya, yang itu gampang sensitif, si itu suka ikut-ikutan, satunya tidak punya hati, dan ini suka bertindak seenaknya sendiri. Salah apa aku lahir ke dunia ini sampai-sampai aku tidak pernah mengenal satu pun perempuan. Hah.

Arasseo. Dengarkan aku baik-baik.”

Akhirnya terpaksa aku pun membantunya belajar.

^_^TBC^_^

Leave a comment